Masih Ingat Kelas Internasional Episode 85 - Kelas Tamu? Ternyata Ada Kaitannya Dengan Bahasan Komunikasi Antar Budaya, lho!

Siapa yang udah pernah nonton Kelas Internasional? Tontonan menarik, lucu, mengocok perut, dan pastinya mengembalikan mood bagi siapa saja yang menontonnya.

Sumber foto: Aneka catatan.com

Tayang di salah satu stasiun televisi, sayang rasanya jika melewatkan Kelas Internasional sebagai tontonan menghibur bagi masyarakat Indonesia apalagi kaum rebahan, tentunya. Namun sekarang, tayangan ini sudah tidak ada lagi di NET.TV yang menayangkan program tersebut. Sedih, tapi masih bisa kita saksikan di Channel Youtube NET.TV.

Salah satu episodenya, yaitu pada episode 85 – Kelas Tamu bukan hanya membuat tertawa tapi juga berkaitan erat dengan bahasan Komunikasi Antar Budaya yang saat ini tengah saya pelajari. Terdiri dari 3 part, sebelumnya saya akan menguraikan terlebih dulu sedikit episode kali ini, Kelas Tamu. Dibintangi oleh Tara Budiman, salah satu aktor kebanggan tanah air, kemudian ada Maya Wulan, dan beberapa murid dari manca negara yang diperankan langsung oleh artis dari negara asalnya. Sebut saja, Suzuki dari Jepang, Lee Jong Hoon dari Korea Selatan, dan beberapa artis lainnya yang tak kalah kocak. Episode Kelas Tamu, diawali Kepala Sekolah yang meminta perwakilan kelas 3 pasang perempuan dan laki-laki, lucunya, satu dari 3 murid perempuan itu juga termasuk dirinya.

Pada part 1 ini saja sudah membuat saya senyum-senyum sendiri, untuk menyambut tamu penting yang merupakan keturunan keraton, Pak Budi yang diperankan oleh Tara sebagai guru, menyiapkan apa yang akan disiapkan. Seketika kelas ribut, karena beragamnya tanggapan dari murid-muridnya. Contohnya saja Lee yang langsung memperagakan dance Korea, budaya dari negara asalnya, juga Suzuki yang ingin mementaskan samurai, tapi ditegaskan oleh Pak Budi bahwa mereka hanya melakukan penyambutan secara formal menggunakan kebaya jawa. Nah, di kelas ini mereka menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Sebelumnya pasti bertanya-tanya kan, bahasa apa yang mereka gunakan secara mereka berasal dari berbagai negara. Bukan bahasa Inggris, tapi bahasa Indonesia yang diajarkan oleh Pak Budi. Selain adegan lucu di kelas, juga ditampilkan adegan Kepala Sekolah, Bu Rika yang katanya tak ingin makan tapi tetap mengambil beberapa yang telah disediakan oleh Ibu Kantin.

Sampai tibalah, seorang perempuan yang berpakaian modis dan menggunakan bahasa gaul yang tidak dimengerti oleh murid-murid kelas Internasional yang ada di kantin. Bahkan Pak Suep, si OB sampai mengecek bahasa itu tidak ada di kamus bahasa Indonesia. Hanya Bu Kantini yang mengerti bahasa gaul itu sehingga mereka bisa berkomunikasi dengan baik dan tertawa bersama. Murid-murid internasional, Suzuki, Lee, dan Mrs. Palak mengira itu bahasa dari planet lain. Bahkan ketika saya menonton pun, juga terkaget dan oh, ternyata itu adalah bahasa Indonesia yang diplesetkan atau dibuat manja dan gaul begitu. Sampai ada subtitle untuk para penonton saat perempuan tadi menggunakan bahasa gaul tersebut.

Disini saya memahami, bahwa bahasa yang kita gunakan sebagai cara berkomunikasi dengan orang lain haruslah disesuaikan. Seperti murid-murid kelas internasional yang berasal dari berbagai negara menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi dan interaksi, disatukan, yang semula mereka berasal dari kebudayaan yaitu bahasa yang berbeda. Nah, saat bahasa gaul disuguhkan dan diperdengarkan pada mereka yang memang pada dasarnya tidak belajar dan memahami itu, termasuk juga saya sebagai penonton tentu merasa aneh dan tidak terlalu mengerti, namun lucu didengarkan.

Berlanjut pada part 2 dari episode Kelas Tamu ini, di ruangan kepala sekolah, Ibu Nendes seorang ahli make-up dan yang akan mengajarkan tata krama dalam penyambutan tamu dari keraton nanti, tapi Ibu Nendes yang suka menggunakan bahasa gaul dimana pun dia berada sudah mempengaruhi banyak sedikitnya murid-murid kelas internasional. Beberapa kali Pak Budi, selaku guru memberikan peringatan agar menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar terutama di dalam kelas, agar lebih mudah dimengerti. Selain itu, ada adegan lucu lainnya yang membuat saya tertawa terutama ketika Abbas sakit perut dan disuruh beranak dalam kubur yang artinya pergi saja ke toilet. Selanjutnya, pada part terakhir diawali dengan adegan Mrs. Palak berkomunikasi dengan menggunakan bahasa negara asalnya, India. Tentu saja jika dia menggunakan bahasa asalnya, Lee dan Suzuki yang merupakan murid internasional asal negara yang berbeda dari Mrs. Palak tidak akan paham. 

Penyambutan tamu dari keraton pun dimulai, diiringi dengan tembang oleh Bu Kantini dalam bahasa Jawa. Awalnya, tamu itu terharu dengan penyambutannya, namun dia terkejut ketika murid-murid internasional menggunakan bahasa gaul juga sehingga baginya, hal itu merupakan penghinaan. Nah, untung saja Mrs. Palak, Lee, dan Suzuki yang tidak terpilih dalam penyambutan memberikan pertunjukkan budaya khas Jawa dan menyatakan mereka cinta budaya Jawa, hal itu membuat tamu tersebut batal menarik sahamnya sehingga Bu Rika dan Pak Budi bersyukur tamunya tidak jadi kecewa dan tetap memberikan saham untuk sekolah.

Jika seseorang berkomunikasi menggunakan bahasa asalnya, dengan orang lain yang berbeda latar kebudayaan, tentu saja tidak akan mengerti dengan apa yang dikatakan. Jadi kembali lagi, perhatikan siapa komunikan kita dalam berkomunikasi karena itu akan mempengaruhi pesan paham atau tidak nantinya.

Dari tayangan ini juga, pada episode Kelas Internasional kita memahami betapa pentingnya komunikasi antar budaya, karena setiap orang tentu berasal dari budaya yang berbeda, nah dalam berkomunikasi, khususnya komunikasi verbal, bahasa adalah perantara yang digunakan dalam komunikasi antar budaya, maka dari itu dari tayangan itu diajarkan penting menggunakan bahasa Indonesia yang baik, karena murid-murid internasional itu berasal dari negara yang berbeda, agar tercapainya kesepahaman dalam berinteraksi dan berkomunikasi, mereka sudah terbiasa menggunakan bahasa Indonesia yang diajarkan oleh Pak Budi, guru mereka. 

Tentu akan aneh ketika mereka mendengarkan bahasa gaul yang belum pernah didengar sebelumnya, sehingga pada akhirnya mereka juga ikut terpengaruh. Sebenarnya, menurut saya tidak salah dalam berbahasa gaul, tapi harus perhatikan siapa dan bagaimana konteks komunikasi yang akan kita lakukan, contohnya saja saat Ibu Nendes berbahasa gaul yang mengerti dalam tayangan itu hanya Bu Kantini, sedangkan yang lain kebingungan dan merasa aneh termasuk saya. Sama juga dengan penggunaan bahasa Jawa yang disediakan subtitlenya karena tidak semua orang mengerti bahasa Jawa.

Terakhir, saya juga ingin mengaitkan dengan komunikasi non verbal dari interaksi yang mereka lakukan. Terlihat saat menonton, saya perhatikan jika mereka menggunakan bahasa gaul, anggota tubuh mereka lebih ekspresif dan sedikit manja-manja begitu. Jadi bisa kita simpulkan, bahwa bahasa yang digunakan haruslah sesuai siapa komunikan kita, situasi, dan kondisi. Karena jika ingin berinteraksi dengan orang lain, pastinya harus sama-sama paham apa pesan yang ingin disampaikan.


Ditulis oleh Eliza Nuzul Fitria, Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Andalas



Terpopuler